A.
SEDIAAN
SEMI PADAT
1.
SUPPOSITORIA
Suppositoria adalah sediaan padat
yang digunakan melalui dubur, berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau
meleleh pada suhu tubuh. (Moh. Anief. 1997) Macam-macam Suppositoria
a.
Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya
suppositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan
kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru,
torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan
basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan
basis oleum cacao (Ansel, 2005).
b.
Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria
untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau
seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g, apabila basisnya oleum
cacao.
c.
Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria
untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya rampiung seperti
pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria
saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao
beratnya ± 4 g. Suppositoria
untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria,
panjang ± 70 mm dan beratnya 2
g, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
d.
Suppositoia untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga,
keduanya berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran
panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. Suppositoria telinga umumnya diolah
dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan
sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang
digunakan.
Tujuan Penggunaan Supositoria
1.
Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau
hemoroid dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk
tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini
dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti
pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2.
Untuk
memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat
diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh
darah.
3.
Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam
saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati
(Syamsuni, 2005).
4.
OVULA
5.
SALEP
Salep
merupakan sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang
larut atau terdispersi dalam basis salep yang sesuai.
Salep memiliki criteria sebagai berikut:
1. Aman (tidak toksik, tidak iritatif)
2. Efektif dan efisien
3. Stabil dalam penyimpanan
4. Basis salep mampu membawa zat aktif dan melepaskannya pada tempat aksi
5. Memiliki viskositas dan daya sebar sedemikian rupa sehingga mudah dikeluarkan dari kemasan dan mudah dioleskan secara merata
Basis salep yang umum digunakan dalam pembuatan salep adalah:
1. Basis salep hidrokarbon
Basis ini merupakan basis dengan karakteristik berminyak, dapat berasal dari mineral alam, ataupun dihasilkan oleh serangga (lebah) atau tanaman
Contoh: vaselinum album (White petrolatum), vaselinum flavum (yellow petrolatum), paraffin, cera alba (white wax), cera flava (yellow wax)
2. Basis salep serap
Basis ini merupakan basis yang mampu menyerap sejumlah air dengan tetap menunujukkan stabilitas sediaan.
Contoh: adeps lanae, lanolin
Salep memiliki criteria sebagai berikut:
1. Aman (tidak toksik, tidak iritatif)
2. Efektif dan efisien
3. Stabil dalam penyimpanan
4. Basis salep mampu membawa zat aktif dan melepaskannya pada tempat aksi
5. Memiliki viskositas dan daya sebar sedemikian rupa sehingga mudah dikeluarkan dari kemasan dan mudah dioleskan secara merata
Basis salep yang umum digunakan dalam pembuatan salep adalah:
1. Basis salep hidrokarbon
Basis ini merupakan basis dengan karakteristik berminyak, dapat berasal dari mineral alam, ataupun dihasilkan oleh serangga (lebah) atau tanaman
Contoh: vaselinum album (White petrolatum), vaselinum flavum (yellow petrolatum), paraffin, cera alba (white wax), cera flava (yellow wax)
2. Basis salep serap
Basis ini merupakan basis yang mampu menyerap sejumlah air dengan tetap menunujukkan stabilitas sediaan.
Contoh: adeps lanae, lanolin
6.
PASTA
Pasta
merupakan sediaan semisolid yang mengandung banyak partikel solid yang
terdispersi dalam basis. Pasta dapat digunakan sebagai agen pembersih gigi
(pasta gigi, yang mengandung bahan abrasif) ataupun sebagai bahan intermediet
pembuatan salep, sebelum dicampurkan dengan basis yang lain (contoh: pembuatan
pasta ZnO dengan minyak mineral pada peracikan Zinc Oxide ointment, sesaat
sebelum disatukan dengan white ointment dengan metode levigasi).
7.
KRIM
Cream
merupakan sediaan semisolid yang menggunakan basis emulsi, dapat bertipe A/M
ataupun M/A, dapat mengandung zat aktif (obat) atau tidak mengandung zat aktif
(kosmetika). Cream menjadi alternatif pillihan sediaan semisolid karena jika
dibandingkan dengan salep (unguenta) yang bukan berbasis emulsi, cream lebih
menunjukkan keunggulan yaitu pada aspek kelembutan, kelunakan, dan bahwa cream
relatif tidak meninggalkan kesan berminyak (greasy) jika dibanding salep dengan
basis bukan basis emulsi. Dalam segi absorpsi, cream juga lebih baik jika
dibanding salep, karena mengandung air yang dapat membantu proses hidrasi pada
kulit, sehingga kulit akan terlembabkan dan obat dapat terpenetrasi dengan
baik.
Terkait bahwa cream merupakan sediaan semisolid berbasis emulsi, maka kriteria cream sama dengan kriteria untuk sediaan emulsi.
Basis cream biasanya terdiri dari:
1. Asam lemak, contoh : asam steara2. Basa kuat, contoh : triethanolamin
3. Emulgator eksternal, contoh: tween, span
4. Humektan, contoh: gliserol, sorbitol, propilen glikol
5. Antioksidan, contoh: BHA, BHT
6. Pengawet, contoh: Nipagin, Nipasol
Humektan merupakan bahan yang higroskopis, mampu mempertahankan kandungan air dalam sediaan (mencegah kekeringan sediaan) serta mendukung hidrasi kulit, sehingga kondisi kelembaban kulit dapat terjaga.
Dalam pembuatan krim, secara umum ada 2 macam reaksi yang terjadi, yaitu:
1. Reaksi penyabunan
Reaksi ini merupakan reaksi kimia antara sejumlah asam lemak dalam komposisi cream yang direaksikan dengan basa kuat, membentuk sabun dan gliserol. Sabun yang terjadi, merupakan emulgator internal yang digunakan dalam reaksi selanjutnya
2. Reaksi emulsifikasi
Reaksi ini merupakan reaksi fisika antara sisa asam lemak yang tidak tersabunkan, dengan air, dalam kondisi asam lemak yang meleleh, membentuk suatu emulsi yang distabilkan oleh sabun sebagai emulgator internal. Dalam sediaan cream ini juga sering ditambahkan emulgator eksternal untuk lebih menjamin stabilitas fisik dari cream tersebut.
Terkait bahwa cream merupakan sediaan semisolid berbasis emulsi, maka kriteria cream sama dengan kriteria untuk sediaan emulsi.
Basis cream biasanya terdiri dari:
1. Asam lemak, contoh : asam steara2. Basa kuat, contoh : triethanolamin
3. Emulgator eksternal, contoh: tween, span
4. Humektan, contoh: gliserol, sorbitol, propilen glikol
5. Antioksidan, contoh: BHA, BHT
6. Pengawet, contoh: Nipagin, Nipasol
Humektan merupakan bahan yang higroskopis, mampu mempertahankan kandungan air dalam sediaan (mencegah kekeringan sediaan) serta mendukung hidrasi kulit, sehingga kondisi kelembaban kulit dapat terjaga.
Dalam pembuatan krim, secara umum ada 2 macam reaksi yang terjadi, yaitu:
1. Reaksi penyabunan
Reaksi ini merupakan reaksi kimia antara sejumlah asam lemak dalam komposisi cream yang direaksikan dengan basa kuat, membentuk sabun dan gliserol. Sabun yang terjadi, merupakan emulgator internal yang digunakan dalam reaksi selanjutnya
2. Reaksi emulsifikasi
Reaksi ini merupakan reaksi fisika antara sisa asam lemak yang tidak tersabunkan, dengan air, dalam kondisi asam lemak yang meleleh, membentuk suatu emulsi yang distabilkan oleh sabun sebagai emulgator internal. Dalam sediaan cream ini juga sering ditambahkan emulgator eksternal untuk lebih menjamin stabilitas fisik dari cream tersebut.
8.
GEL
Gel
merupakan sediaan semisolid yang mengandung cairan yang terperangkap dalam
suatu matriks 3 dimensi yang terbentuk dari gelling agent yang mengembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar