Selasa, 31 Mei 2016

PWS BAB II - OMPK




Buku PWS BAB II

BAB II
PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1.  Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas
kesehatan.
2.  Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
3.  Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
4.  Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan
ataupun melalui kunjungan rumah.
5.  Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
6.  Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7.  Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
8.  Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
9.  Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
A. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin
dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1.  Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2.  Ukur tekanan darah.
3.  Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4.  Ukur tinggi fundus uteri.
5.  Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6.  Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi  Tetanus Toksoid (TT)  bila
diperlukan.
7.  Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8.  Test laboratorium (rutin dan khusus).
9.  Tatalaksana kasus
10.  Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin  mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin,
protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi
dan atau kelompok ber-risiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis,
malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan
waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
-  Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
-  Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
-  Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut  dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal
kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
B. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih
terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas
pelayanan kesehatan.  Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh
tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.  Pencegahan infeksi
2.  Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3.  Manajemen aktif kala III
4.  Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
5.  Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6.  Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan
persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
C. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan  kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu
mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi
pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan
kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
·  Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah
persalinan.
·  Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8  –  14
hari).
·  Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu  6 minggu setelah persalinan (36  –  42
hari).
Pelayanan yang diberikan adalah :
1.  Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
2.  Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
3.  Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
4.  Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
5.  Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama segera setelah
melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul Vitamin A pertama.
6.  Pelayanan KB pasca salin
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas adalah
: dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
D. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama
periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1.  Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 –  48 Jam setelah lahir.
2.  Kunjungan Neonatal  ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari
ke 7 setelah lahir.
3.  Kunjungan Neonatal  ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari
ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal  bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada
neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu
pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan melakukan
pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)  untuk memastikan bayi dalam  keadaan sehat, yang
meliputi :
1.  Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
·  Anamnesis
·  Pemeriksaan Fisis :
-  Lihat postur, tonus, dan aktifitas bayi.
-  Lihat pada kulit bayi.
-  Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada ketika bayi sedang tidak menangis.
-  Hitung detak  jantung dengan stetoskop. Stetoskop diletakkan pada dada kiri bayi
setinggi apeks.
-  Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer.
-  Lihat dan raba bagian kepala.
-  Lihat pada mata.
-  Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir)
Jika bayi menangis, masukkan satu jari yang menggunakan sarung tangan ke dalam
dan raba langit-langit.
-  Lihat dan raba pada bagian perut
Lihat pada tali pusat.
Lihat pada punggung dan raba tulang belakang.
-  Lihat pada lubang anus, hindari untuk memasukkan alat atau jari dalam melakukan
pemeriksaan anus.
-  Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar.
-  Lihat dan raba pada alat kelamin bagian luar.
Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil.
-  Timbang bayi.
Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil timbangan dikurangi selimut.
-  Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi.
Jelaskan cara dan alat.
-  Menilai cara menyusui, minta ibu untuk menyusui bayinya.
2.  Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
·  Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare,  berat
badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
·  Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B-0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir
·  Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan
hipotermi dan melaksanakan  perawatan bayi baru lahir di rumah termasuk perawatan
tali pusat dengan menggunakan Buku KIA.
·  Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatus adalah
: dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.
E.  Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan
merupakan proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya
komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya
faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci
keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1.  Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2.  Anak lebih dari 4.
3.  Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4.  Kurang Energi Kronis (KEK)  dengan lingkar lengan atas kurang  dari 23,5 cm, atau
penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5.  Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6.  Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang
7.  Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
8.  Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll),
tumor dan keganasan
9.  Riwayat kehamilan buruk: keguguran  berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola
hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital
10.  Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksivakum/
forseps.
11.  Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi masa nifas, psikosis
post partum (post partum blues).
12.  Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
13.  Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14.  Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
15.  Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32
minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 – 12 kg selama
masa kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
1.  Ketuban pecah dini.
2.  Perdarahan pervaginam :
·  Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
·  Intra Partum : robekan jalan lahir
·  Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkarserata, kelainan pembekuan
darah, subinvolusi uteri
3.  Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik > 140 mmHg, diastolik >
90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
4.  Ancaman persalinan prematur.
5.  Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis, Sepsis.
6.  Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
7.  Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang
sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko
pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting
dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu hamil. Ibu hamil
yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada neonatus.
Deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gej ala-gejala
sebagai berikut :
1.  Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua
2.  Riwayat Kejang
3.  Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis
4.  Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit
5.  Suhu tubuh <= 35,5 C dan >= 37,5 C
6.  Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7.  Merintih
8.  Ada pustul Kulit
9.  Nanah banyak di mata
10.  Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11.  Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12.  Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
13.  Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI
14.  BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
15.  Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1.  Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr)
2.  Asfiksia
3.  Infeksi Bakteri
4.  Kejang
5.  Ikterus
6.  Diare
7.  Hipotermia
8.  Tetanus neonatorum
9.  Masalah pemberian ASI
10.  Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.
F. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi
kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil
akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu
dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka
diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri
dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu PONED sampai
rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi :
1.  Pelayanan obstetri :
a.  Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b.  Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan eklampsi)
c.  Pencegahan dan penanganan infeksi.
d.  Penanganan partus lama/macet.
e.  Penanganan abortus.
f.  Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
2.  Pelayanan neonatus :
a.  Penanganan asfiksia bayi baru lahir.
b.  Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
·  Hipotermi
·  Hipoglikemia
·  Ikterus
·  Masalah pemberian minum
c.  Penanganan gangguan nafas.
d.  Penanganan kejang.
e.  Penanganan infeksi neonatus.
f.  Rujukan dan transportasi bayi baru lahir.
g.  Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan neonatus
G.  Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus  dengan penyakit
dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh
dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan
rumah sakit pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal.
Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada
bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim.
Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak
ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada
hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
Faktor resiko pada neonatus akan meningkatkan  resiko terjadinya komplikasi, deteksi
dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai
berikut :
1.  Tidak mau minum/ menyusu atau memuntahkan semua
2.  Riwayat kejang
3.  Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis.
4.  Frekwensi napas ≤ 30 x/menit dan ≥ 60 x/menit.
5.  Suhu tubuh  ≤ 35,5°C dan ≥ 37,5°C
6.  Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat.
7.  Merintih.
8.  Ada pustule kulit.
9.  Nanah banyak di mata.
10.  Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11.  Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
12.  Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat.
13.  Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI.
14.  BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram)
15.  Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1.  Asfiksia bayi baru lahir.
2.  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
·  Hipotermi
·  Hipoglikemia
·  Ikterus
·  Masalah pemberian minum
3.  Gangguan napas
4.  Kejang
5.  Infeksi Neonatus
6.  Klasifikasi dalam MTBM :
·  Infeksi bakteri (termasuk klasifikasi Infeksi Bakteri  Lokal dan Penyakit Sangat Berat
atau Infeksi Bakteri Berat)
·  Ikterus (termasuk klasifikasi Ikterus Berat dan Ikterus)
·  Diare (termasuk klasifikasi Diare Dehidrasi Berat dan Diare Dehidrasi Ringan/Sedang)
·  Berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI.
·  Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan
komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target
setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas  PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta
fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan
nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau
atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS
PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU Kabupaten/Kota
mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi  komprehensif (PONEK) yang
siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan emergensi dasar
dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan  neonatus level II serta transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus
komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi
kematian ibu dan neonatus.
H. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan
oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11
bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
1. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan.
2. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan.
3. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan.
4. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi  sehingga cepat
mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan
pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh
kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan
kesehatan tersebut meliputi :
·  Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3, Campak) sebelum
bayi berusia 1 tahun.
·  Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
·  Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan).
·  Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda  –  tanda sakit dan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA.
·  Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi  adalah :
dokter spesialis anak, dokter, bidan , perawat dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya seperti
petugas gizi.
I. Pelayanan kesehatan anak balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual  berkembang
pesat. Masa ini  merupakan masa keemasan atau  golden period  dimana terbentuk dasar-dasar
kemampuan keindraan, berfikir, berbicara  serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif
dan awal pertumbuhan  moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak.  Upaya  deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia  dini menjadi sangat penting agar dapat
dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu
pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan  di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan
perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli
dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu
negara.  Sebagian besar penyebab kematian  bayi dan balita  dapat dicegah dengan teknologi
sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan  menerapkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),  di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank
Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang  cost effective  untuk
mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA),
diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan
tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen
Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan
implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1.  Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS.  Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita  setiap
bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
2.  Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)  minimal 2 kali dalam
setahun.  Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik
halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan).
Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di
luar gedung.
3.  Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4.  Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
5.  Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
J. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati hak
individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam
menurunkan angka kematian Ibu dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan
yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan
yang ingin mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi Pasangan
Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan
metode kontrasepsi yang meliputi :
·  KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
·  Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
·  Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif  (Contraceptive Prevalence
Rate/CPR)  mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan pencapaian  yang cukup
tinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang  dipakai lebih banyak
menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan  suntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor
KB yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi
3,1%, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus
pemakaian (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus menerus.
Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4
terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan
pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek
manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard
dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan
non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB
perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan
pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB  kepada masyarakat
adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

PWS KIA Bab 1- OMPK



Buku PWS KIA Bab 1
Buku PWS BAB 1

BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)  telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat
sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah
kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang
menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child
Immunization (UCI)  di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan program
imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor
lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dsb). Dengan
demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis  dan
penelusuran data.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi
(AKB),  dan  Angka Kematian Balita (AKABA)  merupakan beberapa indikator status kesehatan
masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Menurut data  Survei  Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)  2007, AKI
228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34  per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000
kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka
terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu
meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih tinggi,
dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000 KH berarti ada 9 Neonatal,
17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam.
Berdasarkan kesepakatan global  (Millenium Development Goals/MDGs, 2000)
pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam
kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar
dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai
komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian
Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka  Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada
tahun 2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain  Kurang
Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia
pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu
yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung
kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 – 6 hari adalah gangguan
pernafasan  (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus
(6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%). Penyebab kematian neonatal 7 – 28 hari
adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%),  Respiratori Distress
Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus (3%),
defisiensi nutrisi (3%) dan  Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian
bayi (29 hari  –  1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis (9%),
kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%),
tetanus (3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian balita (1 – 4 tahun) adalah diare (25,2%),
pneumonia (15,5%),  Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis
(8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an
melalui program Safe Motherhood Initiative  yang mendapat perhatian besar dan dukungan
dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara
konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam
menurunkan AKI melalui  Making Pregnancy Safer (MPS)  yang dicanangkan oleh
pemerintah pada tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah merancang  Child Survival (CS)
untuk penurunan AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah  sejalan dengan Grand Strategi
DEPKES tahun 2004.
Rencana Strategi  Making Pregnancy Safer (MPS)  terdiri dari 3 pesan kunci dan 4
strategi.
Tiga pesan kunci MPS adalah :
1.  Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2.  Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3.  Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Empat strategi MPS adalah :
1.  Peningkatan kualitas dan akses pelayanan  kesehatan Ibu dan Bayi dan Balita di tingkat
dasar dan rujukan.
2.  Membangun kemitraan yang efektif.
3.  Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
4.  Meningkatkan Sistem Surveilans, Pembiayaan, Monitoring dan informasi KIA.
Rencana Strategi Child Survival (CS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci CS adalah:
1.  Setiap bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan dasar paripurna.
2.  Setiap bayi dan balita sakit ditangani secara adekuat.
3.  Setiap bayi dan balita tumbuh dan berkembang secara optimal.
Empat strategi CS adalah:
1.  Peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita yang
berkualitas berdasarkan bukti ilmiah
2.  Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan
mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia
serta memantapkan koordinasi perencanaan kegiatan MPS dan child survival.
3.  Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui kegiatan peningkatan pengetahuan
untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita serta
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
4.  Mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita.
Sehubungan dengan  penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan PP 38/2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PP 41/2007 tentang Struktur Organisasi Pemerintah di
Daerah,  maka pelaksanaan strategi MPS di daerahpun diharapkan dapat lebih terarah dan
sesuai dengan permasalahan setempat. Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal
demografi dan geografi maka kegiatan dalam program  Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)  perlu
disesuaikan.
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu
pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat Kabupaten/Kota.
Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing
wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja perlu dipantau
secara terus menerus, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam
wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan
anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan
masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA).
B. Pengertian
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)  adalah
alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud
meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS
KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut WHO,
Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai  dari kegiatan
mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan
landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak
adalah dengan melaksanakan PWS KIA.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan
menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran
maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini
mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya  lintas sektor  setempat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan
masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA  harus  ditindaklanjuti dengan upaya
perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan
sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat
digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil
analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang
rawan.
C. Tujuan
Tujuan umum :
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah kerja.
Tujuan Khusus :
1.  Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
2.  Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan)
dan terus menerus.
3.  Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4.  Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang ditetapkan.
5.  Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif
berdasarkan besarnya kesenjangan.
6.  Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya  yang tersedia dan yang
potensial untuk digunakan.
7.  Meningkatkan peran  lintas sektor  setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
8.  Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan KIA.

Senin, 30 Mei 2016

Cara Mengatasi Gangguan Psikologi Pada Masa Menopause dan contoh asuhan kebidanan



CARA MENGATASI
GANGGUAN PSIKOLOGI PADA MASA MENOPAUSE





Disusun Oleh:
Kelompok : 3
Kelas : A12.1
Nama Anggotan dan NIM :
1.      Ummu Azka Latifa                             (15150003)
2.      Wahyu Setyarini                                 (15150004)
3.      Kristiani Kesy                                     (15150007)
4.      Bela Sintiya                                         (15150009)
5.      Siti Mujirahayu                                   (15150043)
6.      Leonarda Manuni                                (15150033)
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
Tahun Akademik 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Cara Mengatasi Gangguan Psikologis Pada Masa Menopouse.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang Cara Mengatasi Gangguan Psikologis Pada Masa Menopouse. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat demi masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini bisa berguna untuk kedepannya, dan jika ada kata-kata yang kurang berkenan kami mohon maaf. Terimakasih


Yogyakarta, 11 Mei  2016
            Hormat kami,


            Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                …………………………………   i
KATA PENGANTAR                                 …………………………………  ii
DAFTAR ISI                                                 ………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN                            ………………………………… 4
1.1  Latar Belakang                                    ………………………………… 4
1.2  Rumusan Masalah                               ………………………………… 5
1.3  Tujuan                                                 ………………………………… 5
BAB II  PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Menopause                        ………………………………… 6
2.2  Periode Menopause                             ………………………………… 7
2.3  Tahap-tahap Menopause                     ………………………………… 7
2.4  Perubahan Pada Masa Menopause      ………………………………… 8
2.5  Gangguan Dan Cara Mengatasi
Psikologis Bagi Wanita Menopause    …………………………………9
2.6  Tanda dan Gejala Menopause             ……………………………….. 14
2.7  Cara Mengatasi Gangguan
Psikologi Pada Masa Menopause        ……………………………….. 17
2.8  Contoh Asuhan Kebidanan (SOAP)
Pada Masa Menopause                       ……………………………….. 20

BAB III PENUTUP                                     ……………………………….. 27
3.1  Kesimpulan                                        ……………………………..27
3.2  Saran                                                  …………………………..…… 28
DAFTAR PUSTAKA                                  ……………………......……… 29









BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi pada perempuan dengan rentang usia antara 48 sampai 55 tahun. Masa ini sangat kompleks bagi perempuan karena berkaitan dengan keadaan fisik dan kejiwaannya. Selain perempuan mengalami stress fisik dapat juga mengalami stress psikologi yang mempengaruhi keadaan emosi dalam menghadapi hal normal sebagaimana yang dijalani oleh semua perempuan (Baziad, 2003).
Berat-ringannya perempuan dalam menghadapi menopause dipengaruhi oleh kedewasaan berpikir, faktor sosial ekonomi, budaya, wawasan mengenai menopause dan kematangan mental. Bila seorang perempuan tidak siap mental menghadapi periode klimakterik atau fase menjelang menopause dan lingkungan psikososial tidak memberikan dukungan positif akan berakibat tidak baik (Irawati, 2007).
Akibatnya perempuan itu akan menjadi kurang percaya diri, merasa tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stress, dan khawatir berkepanjangan tentang perubahan fisiknya. Para perempuan usia lanjut tersebut juga rentan terhadap penyakit degeneratif misalnya osteoporosis, penyakit jantung koroner, kanker, darah tinggi (Kasdu, 2004).
Jika kondisi ini tidak bisa diatasi akan berkembang menjadi stress yang berdampak buruk pada kehidupan sosial perempuan yang akan merangsang otak sehingga dapat mengganggu keseimbangan hormon dan akhirnya berakibat buruk pada kesehatan tubuh (Kasdu, 2004). Perilaku perempuan premenopause dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu pendidikan, sosial ekonomi, dan pekerjaan. Perempuan yang banyak mengalami kekhawatiran berasal dari orang-orang yang berpendidikan tinggi dan perekonomian menengah ke atas. Sindrom menopause dialami oleh banyak perempuan hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% perempuan Eropa, 60% di Amerika, 57% di Malaysia, 18% di Cina dan 10% di Jepang dan Indonesia. Beberapa dampak premenopause yang sering terjadi di masyarakat adalah kecemasan, takut, lekas marah, ingatannya menurun, sulit konsentrasi, gugup, merasa tidak berguna, mudah tersinggung, stress bahkan depresi.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja gangguan psikologi pada masa menopause?
2.      Bagaimana cara  mengatasi gangguan psikologi pada masa menopause?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui gangguan-gangguan psikologi yang terjadi pada masa menopause.
2.      Mengetahui cara-cara mengatasi gangguan-gangguan psikologi pada masa menopause.










BAB ll
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Menopause
Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti yang terdiri dari kata men dan pauseis yang berasal dari bahasa Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Ini merupakan suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen yang dihasilkan ovarium (indung telur). Menopause mulai pada umur yang berbeda umumnya adalah sekitar umur 50 tahun, meskipun ada sedikit wanita memulai menopause pada umur 30-an (Prawirohardjo Sarwono, 2003).
Produksi hormon estrogen menurun disebabkan oleh folikel indung telur (kantong indung telur) akan mengalami tingkat kerusakan yang lebih cepat sehingga pasokan folikel akhirnya habis. Percepatan kerusakan folikel ini terjadi pada usia 37 dan 38 tahun. Inhibin (suatu zat yang dihasilkan volikel) yang berkurang sehingga meningkatkan kadar FSH (Folokel Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh hipofisis. Kadar estrogen perempuan akan meningkat pada masa pra menopause.
Kadar tersebut tidak berkurang selama kurang dari satu tahun sebelum periode menstruasi berakhir. Estrogen utama yang dihasilkan dalam tubuh wanita adalah estradiol.Namun selama pra menopause, estrogen yang dihasilkan lebih banyak dari jenis berbeda yaitu estrogen yang dihasilkan didalam indung telur maupun dalam lemak tubuh. Kadar progesteron mulai menurun tajam selama pra menopause.
Meskipun tujuan reproduksi tidak lagi menjadi hal utama di usia ini, peran hormone-hormon tersebut yang berkaitan dengan kesehatan tetap diperlukan. Estrogen dan androgen tetap penting, misalnya untuk mempertahankan tulang yang kuat dan sehat.Selain itu juga bermanfaat untuk mempertahankan jaringan vagina dan saluran kencing yang lentur. Baik estrogen maupun progesteron sama-sama penting untuk mempertahankan lapisan kalogen yang sehat pada kulit.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa menopause merupakan suatu masa ketika persediaan sel telur habis, indung telur mulai menghentikan produksi estrogen yang mengakibatkan haid tidak muncul lagi. Hal ini dapat diartikan sebagai berhentinya kesuburan (Aqila, 2010 ).

2.2  Periode Menopause
Menurut (Prawirohardjo Sarwono, 2003) ada tiga periode menopause, yaitu:
1.      Klimaterium
Periode klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan pra menopause, antara usia 40 tahun, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan relatif banyak.
2.      Menopause
Masa menopause yaitu saat haid terakhir atau berhentinya menstruasi, dan bila sesudah menopause disebut paska menopause bila telah mengalami menopause 12 bulan sampai menuju ke senium umumnya terjadi pada usia 50-an tahun.
3.      Senium
Periode paska menopause, yaitu ketika individu telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga tidak mengalami gangguan fisik antara usia 65 tahun. Beberapa wanita juga mengalami berbagai gejala karena perubahan keseimbangan hormon.

2.3  Tahap-Tahap Dalam Menopause
Menurut (Prawirohardjo Sarwono, 2003) menopause di bagi dalam beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1.      Pra Menopause
Fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterium. Gejala-gejala yang timbul pada fase pra menopause antara lain siklus haid yang tidak teratur, perdarahan haid yang memanjang, jumlah darah yang banyak, serta nyeri haid.
2.      Peri Menopause
Fase peralihan antara masa pra menopause dan masa menopause. Gejala-gejala yang timbul pada fase peri menopause antara lain siklus haid yang tidak teratur, dan siklus haid yang panjang.
3.      Menopause
Haid di alami terakhir akibat menurunnya fungsi estrogen dalam tubuh. Menurut Luciana (2005), keluhan-keluhan yang timbul pada menopause antara lain keringat malam hari, mudah marah, sulit tidur, siklus haid tidak teratur, gangguan fungsi seksual, kekeringan vagina, perubahan pada indera perasa, gelisah, rasa khawatir, sulit konsentrasi, mudah lupa, sering tidak dapat menahan kencing, nyeri otot sendi, serta depresi.

2.4  Perubahan Pada Masa Menopause
Perubahan pada masa menopause itu menyangkut perubahan organ reproduksi, perubahan hormon, perubahan fisik, maupun perubahan psikologis.Seorang yang berada pada masa menopause, harus siap menjalani masa ini, karena masa menopause adalah masa peralihan, yang biasanya seseorang mengalami masalah pada masa transisi ini.
Menurut Bramantyo, L (2000), perubahan yang terjadi selama masa menopause adalah: 
1.      Perubahan Organ Reproduksi
Perubahan organ reproduksi disebabkan oleh berhentinya haid, berbagai reproduksi akan mengalami perubahan. Sel telur tidak lagi di produksi, sehingga juga akan mempengaruhi komposisi hormon dalam organ reproduksi.
2.      Perubahan Hormon
Sesuatu yang berlebihan atau kurang, tentu mengakibatkan timbulnya suatu reaksi pada kondisi menopause reaksi yang nyata adalah perubahan hormon estrogen yang menjadi berkurang.Meski perubahan terjadi juga pada hormon lainnya, seperti progesteron, tetapi perubahan yang mempengaruhi langsung kondisi fisik tubuh maupun organ reproduksi, juga psikis adalah perubahan hormon estrogen. Menurunnya kadar hormon ini menyebabkan terjadi perubahan haid menjadi sedikit, jarang, dan bahkan siklus haidnya mulai terganggu. Hal ini disebabkan tidak tumbuhnya selaput lendir rahim akibat rendahnya hormon estrogen.
3.      Perubahan Fisik
Akibat perubahan organ reproduksi maupun hormon tubuh pada masa menopause mempengaruhi berbagai keadaan fisik tubuh seorang wanita.Keadaan ini berupa keluhan ketidaknyamanan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Perubahan Emosi
Selain fisik perubahan psikis juga sangat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause sangat tergantung pada masing-masing individu, pengaruh ini sangat tergantung pada pandangan masing-masing wanita terhadap menopause, termasuk pengetahuannya tentang masa menopause.

2.5  Gangguan Dan Cara Mengatasi Psikologis Bagi Wanita Menopause
1.      Depresi Menstrual
Keadaan yang pernah timbul pada masa adolesens yang kemudian hilang dengan sedirinya selama periode reproduktif (menjadi ibu) dan timbul lagi pada usia klimakteris. Pada saat ini sekalipun wanita tersebut tidak haid lagi, namun rasa depresif itu selalu saja timbul dengan interval waktu tidak tetap. Dan selalu tiba bersamaan dengan datangnya siklus haid.
Depresi merupakan manifestasi dari kepedihan hati dan kekecewaan bahwa wanita yang bersangkutan menjadi kurang lengkap dan sempurna disebabkan oleh berhentinya fungsi reproduksi dan haid.

Cara mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan depresi menstrual yaitu:
1.      Dukungan Informatif
a.       Memberikan konseling khusus berhentinya haid adalah hal yang fisiologis dan akan dialami oleh semua wanita.
b.      Memberikan nasehat agar wanita tersebut mau dan menerima siklusnya. 
c.       Memberikan nasehat agar dapat menerima keadaanya dengan lapang dada. 
d.      Memberikan informasi agar selalu mengkomunikasikan setiap masalah atau perubahan yang terjadi pada suaminya.
e.       Memberikan nasehat untuk mencari lebih banyak tentang hal yang dihadapi melalui media cetak,  elektronik dan lain-lain.
f.       Memberi nasehat untuk mencari dukungan spiritual.
g.      Memberi contoh-contoh pengalaman positif tentang wanita menopause. 
h.      Menganjurkan untuk berolahraga. 
i.        Memberi latihan penanganan stress. 
j.        Memberi nasehat untuk konsultasi ke dr. Obgyn atau psikolog bila perlu.
2.      Dukungan Emosional 
a.       Mempunyai rasa empati terhadap hal yang dialami oleh wanita menopause.
b.      Melibatkan anggota keluarga terutama suami dalam memahami kondisi istrinya.
c.       Memberikan perhatian dan kepedulian kepada wanita tersebut.  
d.      Menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman, tenang, harmonis dan saling pengertian.
3.      Dukungan Penghargaan
a.       Memberi penghormatan sehingga wanita tersebut merasa dihargai. 
b.      Memberi dorongan atau support sehingga wanita tersebut bisa percaya diri.
4.      Dukungan Instrumental 
a.       Memberi bantuan tenaga terhadap apa yang dibutuhkan oleh wanita menopause.
b.      Memberi bantuan materi (yang diberikan keluarga).
2.      Masturbasi Klitoris
Banyak wanita yang dahulu selama masa produktif menjadi dingin-beku secara seksual, pada masa klimakteris ini tiba-tiba saja seksualitasnya menjadi hangat membara lagi, dan ia menjadi sensitive sekali. Akan tetapi, ada juga wanita-wanita yang selama periode produktifnya memiliki seksualitas yang normal, justru pada usia klimakteris ini mereka menjadi beku dingin secara seksual.
Adakalanya pada wanita menopause timbul semacam seksual yang luar biasa hangat membara lagi ia sensitive sekali sehingga wanita tersebut melakukan masturbasi klitoris (onani kelentit).
Cara mengatasi gangguan psikologis masturbasi :
1.      Memberi nasehat untuk memenuhi kebutuhan sex secara sehat.
2.      Memberi nasehat untuk konsultasi ke ahli kebidanan untuk mendapat terapi.
3.      Memberi konseling bahwa wanita menopause bisa melakukan hubungan sex.
4.      Mengkomunikasikan masalah pada suami dan diharapkan suami mau membantu memecahkan masalah, mamberi dukungan kepada istrinya.
3.      Ide Delerius
Ide yang berisikan kegilaan, nafsu-nafsu petualangan jika pada usia pubertas sudah pernah muncul predisposisi psiko somatis dan gejala psikis histeris, nafsu-nafsu petualangan dan gangguan psikis lain, maka pada usia klimakteris ini predisposisi dan gejala-gejala abnormal tadi akan muncul kembali. Biasanya gejala tersebut berisikan ide delirius (kegilaan).
  Cara mengatasi gangguan psikologis tersebut yaitu dengan:
1.      Memberikan nasihat agar lebih mendekatkan diri pada Tuhan.
2.      Memberikan nasihat mengembangkan pikiran-pikiran atau ide yang positif dalam kehidupannya.
4.  Aktifitas Hipomanis Semu
Hipomanis semu adalah gangguan ini ditandai dengan seolah – olah wanita ini merasakan vitalitas hidupnya jadi bertambah. Ia merasa muda bagaikan gadis remaja dan selalu meyakinkan diri sendiri bahwa ia berambisi atau mampu memulai kehidupannya dari awal lagi. Wanita ini merasakan seolah-olah vitalitas kehidupannya jadi bertambah.
Cara mengatasi gangguan psikologis tersebut yaitu:
1. Memberi nasehat agar aktifitas yang dilakukan dapat mengarah ke hal-hal yang positif contohnya berolahraga, menghadiri ceramah, dll dan mengisi waktu dengan kegiatan yang memperdalam kebudayaan atau bakat, misalnya melukis, dll.
2. Mengisi kegiatan dengan memperdalam kebudayaan atau bakat.
5.  Infantile
     Infantile pada masa menopause adalah sifat kekanak-kanakan yang timbul setelah puber kedua ini.Saat menopause muncul kembali ingatan masa kecil, keceriaan, harapan, permainan, lepas, gembira, asyik, dan masih banyak suasana kegembiraan yang menyertai. Pada masa menopause infantile ini rasa keinginan selalu ingin terpenuhi, layaknya seperti anak-anak.
6.  Insomnia
     Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur. Sejumlah faktor dikombinasikan dalam menopause mengganggu tidur. Tingkat hormon, masalah kesehatan, gaya hidup, dan ketegangan situasional semua berperan dalam hal ini. Setelah usia 40 atau 45 tahun, wanita mungkin mengalami kesulitan untuk bisa tidur atau tetap tidur:
1.      Penurunan kadar hormon.
2.      Kemerahan dan berkeringat di malam hari.
3.      Depresi dan kecemasan.
4.      Masalah fisik lain seperti kesulitan bernapas, masalah tiroid, sakit dll.
5.      Penggunaan kafein, alkohol nikotin yang berlebihan, atau penggunaan beberapa suplemen.
6.      Masalah Sosial dan keluarga seperti orang tua yang sakit, perceraian, kekhawatiran pekerjaan, masalah keuangan dll.
7.      Berbagai obat-obatan digunakan untuk ketidaknyamanan fisik yang berbeda.
Untuk masalah ini, semakin wanita kehilangan tidur karena gejala menopause, gejala insomnia akan lebih jelas terjadi. Kemurungan akan menjadi lebih intens, kelelahan ekstrim menjadi umum.
7.  Gangguan Konsep Diri
     Gangguan konsep diri adalah konsep diri negatif  yang akan cenderung membuat individu bersikap tidak efektif, ini akan terlihat dari kemampuan interpersonal dan penguasaan lingkungan dalam masyarakat. Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada lima tanda individu yang memiliki konsep dirinegatif, yaitu :
1.        Ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya, dan mudah marah dan naik  pitam.
2.        Orang yang memiliki konsep diri negatif, responsif sekali terhadap pujian, ia tidak dapatmenyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.
3.        Memiliki sikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkanapapun dan siapapun. Mereka tidak mampu mengungkapkan penghargaan atau pengakuan padakelebihan orang lain.
4.        Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, dan ia bereaksi padaorang lain sebagai musuh sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.
5.        Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Seperti ia enggan untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
2.6  Tanda-Tanda Dan Gejala Menopause
Tanda dan gejela menopause mempunyai ciri-ciri khusus, baik tanda dan gejala menopause karena perubahan fisik maupun karena perubahan psikologis. Gejala-gejala menopause disebabkan oleh perubahan kadar estrogen dan progesteron. Karena fungsi ovarium berkurang, maka ovarium menghasilkan lebih sedikit estrogen dan progesteron dan tubuh memberikan reaksi. Beberapa wanita hanya mengalami sedikit gejala, sedangkan wanita lain mengalami berbagai gejala yang sifatnya ringan sampai berat.
1.      Ketidakteraturan Siklus Haid
Di sini siklus perdarahan yang keluar dari vagina tidak teratur.Perdarahan seperti ini terjadi terutama diawal menopause. Perdarahan akan terjadi dalam rentang waktu beberapa bulan yang kemudian akan berhenti sama sekali.
2.      Gejolak Rasa Panas (Hot Flash)
Ini gejala klasik yang sekaligus menjadikan para wanita ketika mengalami menopause mendapatkan perawatan. Pada saat memasuki menopause wanita akan mengalami rasa panas yang menyebar dari wajah menyebar keseluruh tubuh. Rasa panas ini terutama terjadi pada dada, wajah dan kepala. Rasa panas ini sering diikuti timbulnya warna kemerahan pada kulit dan berkeringat. Rasa ini sering terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. Hal ini disebabkan karena hipotalamus dan terkait dengan pelepasan LH (Leutenizing Hormone). Diduga disebabkan adanya fluktuasi hormon estrogen. Seperti diketahui, pada masa menopause kadar hormon estrogen dalam darah menurun drastis sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Penurunan estrogen akan mengenai sistem alfa-adrenergik sentral yang selanjutnya berakibat pada pusat thermoregulasi dan neuron pelepas LH.
3.      Keluar keringat di malam hari
Keluar keringat di malam hari disebabkan karena hot flushes. Semua wanita akan mengalami arus panas ini. Arus panas mungkin sangat ringan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh orang lain. Mungkin hanya terasa seolah-olah suhu meningkat secara tiba-tiba sehingga menyebabkan kemerahan disertai keringat yang mengucur diseluruh tubuh anda. Arus ini tidak membahayakan dan akan cepat berlalu. Sisi buruknya adalah tidak nyaman tetapi tidak pernah disertai rasa sakit.
4.      Kekeringan Vagina
Gejala pada vagina muncul akibat perubahan yang terjadi pada lapisan dinding vagina.Vagina menjadi kering dan kurang elastis. Ini disebabkan karena penurunan kadar estrogen. Tidak hanya itu, juga muncul rasa gatal pada vagina yang lebih parah lagi adalah rasa sakit saat berhubungan seksual, dikarenakan perubahan pada vagina, maka wanita menopause biasanya rentan terhadap infeksi vagina. Intercourse yang teratur akan menjaga kelembapan alat kelamin. Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, keputihan rasa sakit pada saat kencing (Aqila, 2010).
5.      Perubahan Kulit
Estrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika mensturasi berhenti maka kulit akan terasa lebih tipis, kurang elastis terutama pada sekitar wajah, leher dan lengan (Hurlock, 2002).
6.      Sulit Tidur
Insomnia (sulit tidur) lazim terjadi pada waktu menopause, tetapi hal ini mungkin ada kaitannya dengan rasa tegang akibat berkeringat malam.
7.      Perubahan Pada Mulut
Pada saat ini kemampuan mengecap pada wanita berubah menjadi kurang peka, sementara yang lain mengalami gangguan gusi dan gigi menjadi lebih mudah tanggal.
8.      Kerapuhan Tulang
Rendahnya kadar estrogen merupakan penyebab proses osteoporosis (kerapuhan tulang). Osteoporosis merupakan penyakit kerangka yang paling umum dan merupakan persoalan bagi yang telah berumur.Osteoporosis paling banyak menyerang wanita yang telah menopause. Kehilangan 1% tulang dalam setahun dapat akibat proses penuaan, tetapi kadang setelah menopause kita kehilangan 2% setahunnya.
9.      Badan Menjadi Gemuk
Banyak wanita menjadi gemuk selama menopause, rasa letih yang biasanya dialami pada masa menopause, diperburuk dengan perilaku makan yang sembarangan.
10.  Penyakit
Ada beberapa penyakit yang seringkali dialami oleh wanita menopause, dari sudut pandang medik ada 2 perubahan paling penting yang terjadi pada waktu menopause yaitu meningkatnya kemungkinan terjadi penyakit jantung, pembuluh darah serta hilangnya mineral dan protein di dalam tulang (osteoporosis).
11.  Linu dan Nyeri Otot Sendi
Linu dan nyeri yang dialami wanita menopause berkaitan dengan pembahasan kurangnya penyerapan kalsium yang telah ditemukan sebelumnya.
12.  Perubahan Pada Indra Perasa
Wanita menopause biasanya akan mengalami penurunan kepekaan pada indra pengecapnya. Sementara wanita yang memiliki riwayat penyakit gigi dan gusi, maka kemungkinan giginya akan lebih cepat tanggal ( Aqila, 2010).

Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala menopause (Aqila, 2010)
1.      Ingatan menurun
Sebelum menopause wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat.
2.      Kecemasan
Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah di khawatirkan.
3.      Mudah Tersinggung
Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak mengganggu ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya.
4.      Stress
Tidak ada yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas, termasuk para lansia menopause. Di tingkat psikologis, respon orang erhadap sumber stress tidak bisa di ramalkan, sebagaimana perbedaan suasana hati dan emosi.
5.      Depresi
Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih, karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya tarik.Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya.

2.7  Cara Mengatasi Gangguan Psikologi Pada Masa Menopause
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih. Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah “perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental terkait dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap diri sendiri.
Adapun beberapa cara untuk mengatasi gangguan psikologi pada masa menopause adalah sebagai berikut :
1.      Terapi Sulih Hormon ( TSH )
  Pengaruh obat hormon dalam terapi sulih hormon ( TSH ) bagi wanita menopause hingga saat ini mengandung pro dan kontra. Sementara penelitian tentang TSH masih terus dilakukan.
2.      Pola Hidup Sehat
 Upaya menciptakan pola hidup sehat terutam di lakukan dengan mengatur menu makanan dan pola makan seimbang. Banyak menu makan sayuran hijau, buah biji – bijian , vitamin dan serat makanan itu akan membantu pencernaan dan metabolisme tubuh. Selain itu juga, makanan yang dianjurkan adalah makanan yang rendah lemak jenuh, rendah kolesterol, kadar gula dan garam yang tidak berlebihan, cukup kalsium dan zat besi, serta cukup vitamin dan serat.
3.      Olahraga
  Merupakan kegiatan yang sangat penting untuk mempertahankan kebugaran. Olahraga yang teratus akan menyehatkan jantung dan tulang, mengatur berat badan, menyegarkan tubuh, dan memperbaiki suasana hati.
4.      Menerima dengan lapang dada bahwa proses penuaan tidak dapat dihindari dan masa menopause adalah sesuatu hal yang sangat alamiah yang dialami oleh setiap wanita.
5.       Hadapi masalah yang ada satu persatu,jangan sekaligus, berdasarkan prioritasnya.
6.      Untuk sementara masalah Menopause yang menimbulkan perasaan khawatir itu dihilangkan dan memusatkan pikiran pada sesuatu hal yang sangat berbeda dan menyenangkan.
7.      Menulis memo untuk diri sendiri untuk mengeluarkan semua unek-unek mengenai situasi perubahan fisik dan psikologik yang menimbulkan kekhawatiran, sikap-sikap orang dilingkungan anda dsb. Anda akan merasa lebih enak dan dapat berpikir lebih rasional setelah emosi-emosi negatif yang mendasari kekhawatiran bisa terekspresikan dalam memo itu.
8.      Menyesuaikan sikap.
 Tanyalah pada diri sendiri, hikmah positif apa yang dapat dipelajari saat masa menopause harus dihadapi. Letakkan stressor tersebut dalam perspektif yang benar, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif menguasai diri dan hindari sikap pesimis.
9.      Merubah lingkungan agar tidak lagi berada dalam keadaan yang monoton.
10.  Mencoba untuk memperbaiki penampilan agar lebih segar dan tampil cantik.
11.  Mempergunakan setiap waktu luang yang ada dengan melakukan banyak kegiatan yang positif dan kreatif. Dengan mengembangkan minat baru dan mempelajari keahlian yang baru akan memberikan perasaan senang bahwa ia bisa berprestasi.
12.  Masuk kegiatan politik atau aktif di kegiatan sosial, serta dapat memiliki atau menciptakan pekerjaan yang menarik, atau mempunyai pekerjaan dengan penghasilan yang tetap, akan dapat membuat seseorang merasa dirinya berguna bagi orang lain dan meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri.
13.  Pelajarilah dan berlatihlah secara teratur tehnik relaksasi yang tepat, tehnik-tehnik meditasi, yoga dll.
14.  Untuk mengatasi masalah pribadi dan lingkungan psikososialnya, perlu konsultasi dengan psikolog atau konsultasi ke dokter sesuai dengan keluhan yang dialaminya

2.8  Contoh Asuhan Kebidanan (SOAP) Pada Masa Menopause


ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “A” DENGAN MENOPAUSE DI BIDAN PRAKTEK SWASTA “S”

I. Pengkajian
Hari          : Sabtu                                                    
Pukul        : 09.00 WIB
Tanggal       : 11 April 2016                                 
Oleh                      : Bidan
   A.    Data Subjektif
            1.      Biodata
      Nama             : Ny “A”
      Umur             : 48 tahun
      Agama           : Islam
      Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
      Pendidikan    : SMA
              Pekerjaan       : Ibu Rumah Tangga
      Alamat           : Jl. Flamboyan, No. 25, Bantul.

              Suami             : Tn “H”
              Umur             : 52 tahun
      Agama           : Islam
      Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
      Pendidikan    : S1
      Pekerjaan       : PNS
      Alamat           : Jl. Flamboyan, No. 25, Bantul.
             
              2.      Alasan Kunjungan
              Ibu datang karena ingin memeriksakan kesehatanya
              3. Keluhan Utama
- Ibu mengeluh akhir- akhir ini dirinya sering merasakan nyeri sendi, sakit pada punggung, sulit menahan kencing, rasa panas dan sulit tidur dan dirinya menyatakan bahwa sudah tidak mendapatkan haid sejak tiga bulan yang lalu.
              4.      Riwayat Kesehatan
      a.       Riwayat Kesehatan Dahulu
·         Jantung                            : Tidak ada riwayat penyakit jantung
·         Asma                               : Tidak ada riwayat penyakit asma
·         TBC                                : Tidak ada riwayat penyakit TBC
·         Ginjal                              : Tidak ada riwayat penyakit ginjal
·         Malaria                            : Tidak ada riwayat penyakit malaria
·         HIV/ AIDS                     : Tidak ada riwayat penyakit HIV/AIDS
      b.      Penyakit Sekarang
·         Jantung                            : Tidak sedang menderita penyakit jantung
·         Asma                               : Tidak sedang menderita penyakit asma
·         TBC                                 : Tidak sedang menderita penyakit TBC
·         Ginjal                               : Tidak sedang menderita penyakit ginjal
·         Malaria                             : Tidak sedang menderita penyakit malaria
      c.       Riwayat Penyakit Keluarga
·         Diabetes Mellitus            : Tidak ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus dalam keluarga
·         Jantung                            : Tidak ada riwayat penyakit jantung dalam keluarga
·         Hipertensi                        : Tidak ada riwayat peyakit hipertensi pada keluarga
·         Cacat fisik/psikologis      : Tidak ada yang cacat fisik/psikologis dalam keluarga
·         Keturunan kembar                      : Tidak ada riwayat keturunan kembar dalam keluarga
      5.      Riwayat Perkawinan
      Status pernikahan      : Menikah
      Pernikahan ke            : 1
      Umur saat menikah    : 21 tahun
      Lama menikah           : 27 tahun
      6.      Riwayat Obstetric
      a.       Riwayat Haid
            Menarche                   : 13 tahun
      Siklus                         : 28 hari
            Lama                          : 4 hari
            Banyak                      : 3x ganti pembalut
      Keluhan                     : Nyeri pada hari pertama haid
      7.      Riwayat KB
      Ibu mengatakan dirinya menggunakan KB dalam bentuk pil
B.     Data Objektif
1.      Status Emosional                  : Baik
2.      Keadaan Umum
a.       Tanda-tanda Vital
-          Tekanan Darah          : 130/80 mmHg
-          Suhu                          : 37,50C
-          Nadi                          : 80x/m
-          Respirasi                   : 18x/m
b.      BB                             : 56kg
c.       TB                             : 160cm
3.      Pemeriksaan fisik
a.       Inspeksi
-          Kepala                       : Tidak nampak adanya benjolan abnormal, rambut hitam dan lurus tidak nampak ada ketombe
-          Leher             : Tidak nampak adanya pembesaran tyroid, kelenjar limfe, dan vena jugularis
-          Muka             : Nampak kerut kerut tipis, tidak nampak odeme
-          Mata                          : Skelera tidak nampak ikterus, konjungtiva tidak pucat
-          Hidung                      : Tidak nampak pernafasan cuping hidug dan tidak terlihat ada polif
-          Mulut                        : Gigi tidak ada cariaes, dan bagian gigi belakang berlubang
-          Bibir                          : Tidak nampak pucat
-          Telinga                      : Nampak simetris, tidak nampak adanya keluar  cairan abnormal
-          Dada                         : Tidak nampak benjolan abnormal
-          Payudara                   : Tidak nampak adanya benjolan abnormal
-          Tulang belakang        : Lordosis
-          Ekstremitas               : Tidak nampak adanya odeme dan varises
b.      Palpasi
-          Leher             : Tidak teraba adanya benjolan abnormal
-          Dada                         : Tidak teraba adanya benjolan abnormal
-          Payudara                   : Tidak teraba adanya benjolan abnormal
-          Ekstremitas               : Tidak ada odeme
c.       Auskultasi
-          Jantung                     : Bunyi mur mur
-          Paru- paru                 : Tidak ada bunyi wheezing
d.      Perkusi
-          Cek Ginjal                 : Tidak ada nyeri ketuk
4.      Pemeriksaan penunjang
-          Hb     : 12,3 gr%           
C.    Assesmant
Ibu usia 48 tahun dengan menopause.
 D.    Planning
1.   Beritahu hasil pemeriksaan kepada ibu.
2.   Anjurkan ibu untuk istirahat cukup.
3.  Anjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi rendah lemak dan rendah gula.
4.     Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan dirinya.
5.     Beritahu ibu tentang gejala menopause.
6.     Berkolaborasi dengan Dr. spesialis untuk menganggulagi/ mengobati menopause.
  E.     Implementasi
1.   Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa saat ini kesehatannya baik, namun ibu mengalami tanda dangejala memasuki masa menopause  yaitu berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 40 – 50 tahun.
2.    Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup kurang lebih 8- 9 jam/ hari dan jangan terlalu banyak bekerja yang menyebabkan kelelahan.
3.    Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dengan makanan yang bergizi, berlemak rendah dan berkadar gula rendah, seperti: sayuran yang masak dengan cara di rebus, perbanyak makan buah- buahan, dan  memberitahu kebutuhan nutrisi yang sesuai yaitu tidak mengkonsumsi minuman beralkohol juga minuman berkafein seperti kopi, agar hati dan sistem kardiovaskular  terpelihara kesihatannya dan membantu untuk mengurangi risiko kondisi seperti kanker dan diabetes. Ganti minuman  dengan pilihan yang lebih sehat seperti air mineral dan teh hijau tanpa kafein.
4.    Menganjurkan ibu untuk rajin menjaga kebersihan diri seperti menjaga kebersihan vulva dengan membersihkan saat mandi setelah BAK dan BAB, rajin mengganti pakaian dalam saat lembab agar kebersihan vulva selalu terjaga dari perkembangan bakteri yang merugikan yang bisa menyebabkan gangguan kewanitaan.
5.    Memberitahukan ibu tentang gejala menopause, yaitu :
a.       Ketidakteraturan siklus haid.
b.      Gejolak rasa panas.
c.       Perubahan kulit.
d.      Keringat dimalam hari.
e.       Sulit tidur.
f.       Perubahan pada mulut.
g.      Kerapuhan tulang.
h.      Penyakit.
6.      Memberitahukan penanganan yang dapat dilakukan, seperti: melakukan kolaborasi dengan Dr. spesialis untuk melakukan Penanganan yang dapat dilakukan dengan beberapa usaha antara lain :
1.    Mengurangi gejala-gejala yang mengganggu (pengobatan simptomatis). Pengobatan simptomatis diberikan misalnya untuk pengobatan sakit kepala, jantung berdebar, tekanan darah yang tinggi dan lain sebagainya. Setelah gejala-gejala berkurang dapat dilanjutkan dengan pengobatan spesifik yaitu pengobatan Estrogen. Perlu diketahui bahwa pengobatan untuk menghilangkan gejala sampingan hanya bersifat sementara dan akan dikeluhkan kembali bila obat yang diberikan habis.
2.    Penggantian hormon yang kurang atau hilang (Hormon Replacement Terapi=HRT). Pengobatan estrogen penting bagi para wanita yang mempunyai faktor-faktor risiko untuk penyakit jantung misalnya perokok, riwayat penyakit jantung dan stroke dalam keluarga, kegemukan, tekanan darah tinggi dan wanita dengan menopause yang terlalu cepat (dini). Ada keuntungan pemberian HRT antara lain :
a.       Meningkatkan mutu hidup para wanita bila gejala-gejala menopause itu dapat hilang dengan pengobatan estrogen
b.      Tanpa pengobatan gejala-gejala tersebut akan bertahan selama waktu 10 tahun atau kadang-kadang seumur hidup.
c.       Pengobatan dengan estrogen jangka panjang akan melindungi kehilangan massa tulang dan osteoporosis.
d.      Keluhan-keluhan saluran kencing dan kemaluan akan berkurang, misalnya infeksi saluran kemih, , vagina, juga prolapsus uteri.
e.       Meningkatkan daya ingatan yang mulai berkurang.
3.       Pengobatan supportif (pengobatan tambahan), misalnya Olah raga dan diet). Pengobatan supportif yang penting adalah mempertahankan hidup sehat.. Berhenti merokok akan sangat membantu, juga hindari minum alkohol dan kopi (caffein). Sering berolah raga untuk menurunkan berat badan, misalnya berjalan kaki. Makanan, sebaiknya yang cukup mengandung banyak kalsium.
 F.     Evaluasi
1.      Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2.      Ibu bersedia untuk istirahat cukup.
3.     Ibu bersedia  untuk makan makanan yang bergizi, rendah lemak dan rendah gula.
4.      Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan dirinya.
5.      Ibu telah mengetahui dan mengerti  tentang gejala-gejala menopause.
6.     Kolaborasi dengan dr spesialis untuk menganggulagi/ mengobati menopause telah dilakukan.


BAB lll
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Menopause sebagai bagian dari proses kehidupan memang tidak dapat dihindari. Menopause bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap yang tidak dapat dihindari pada kehidupan wanita. Beberapa gangguan yang terjadi pada masa menopause yaitu: gangguan daya ingat, proses berpikir, gangguan sensorik dan kognitif, gangguan kesadaran, gangguan orientasi, dan gangguan fungsi intelektual. Mengatasi gangguan menopause dengan cara modifikasi gaya hidup menjadi lebih sehat dan selalu berpikiran positif.
Gangguan psikologis bagi wanita menopause antara lain Depresi Menstrual, Masturbasi Klitoris, Ide Delerius, Aktifitas Hipomanis Semu, Infantile, Insomnia dan Gangguan Konsep Diri.
·         Depresi Menstrual adalah keadaan yang pernah timbul pada masa adolesens yang kemudian hilang dengan sedirinya selama periode reproduktif (menjadi ibu) dan timbul lagi pada usia klimakteris.
·         Adakalanya pada wanita menopause timbul semacam seksual yang luar biasa hangat membara lagi ia sensitive sekali sehingga wanita tersebut melakukan masturbasi klitoris (onani kelentit).
·          Ide Delerius adalah ide yang berisikan kegilaan, nafsu-nafsu petualangan jika pada usia pubertas sudah pernah muncul predisposisi psiko somatis dan gejala psikis histeris, nafsu-nafsu petualangan dan gangguan psikis lain, maka pada usia klimakteris ini predisposisi dan gejala-gejala abnormal tadi akan muncul kembali.
·         Aktifitas hipomanis semu adalah gangguan ini ditandai dengan seolah – olah wanita ini merasakan vitalitas hidupnya jadi bertambah.
·         Infantile pada masa menopause adalah sifat kekanak-kanakan yang timbul setelah puber kedua.
·         Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur. Sejumlah faktor dikombinasikan dalam menopause mengganggu tidur. 
·         Gangguan konsep diri adalah konsep diri negatif  yang akan cenderung membuat individu bersikap tidak efektif, ini akan terlihat dari kemampuan interpersonal dan penguasaan lingkungan dalam masyarakat.
3.2  Saran
Menjadi tua dan keriput memang hal yang sering ditakuti oleh para wanita. Namun, hal ini bukan berarti wanita kehilangan identitas kewanitaannya. Justru seharusnya sadar bahwa wanita yang mengalami masa menopause memulai fase kehidupan baru sebagai wanita yang matang dalam berpikir. Namun, memang tidak dapat dipungkiri bahwa saat memasuki masa menopause akan terjadi perubahan fisik dan emosi. Oleh karena itu, masa menopause merupakan masa yang membutuhkan penyesuaian diri dan pengertian dari berbagai pihak, terutama keluarga. Selain hal tersebut penting diingat bahwa gaya hidup kita semasa muda sangat mempengaruhi gejala menopause yang akan dirasakan kelak. Berikut beberapa tips supaya tetap sehat saat memasuki masa menopause nanti, yaitu :
              1.      Tidak merokok (bila merokok cobalah untuk berhenti).
              2.      Tidak minum alkohol.
              3.      Sering berolah raga secara teratur.
              4.      Makan makanan yang sehat (terutama yang bersumber dari kacang
kedelai sebagai sumber fitoestrogen)
              5.      Cukup terkena cahaya matahari.








DAFTAR PUSTAKA


Baziad, Ali, 2003, Menopause dan Andropause, Edisi 1, Jakarta.
Aqila Smart. (2010). Bahagia di Usia Menopause. Yogyakarta : A Plus Books.